Kucumbu Tubuh Indahku, Banjir Penghargaan dan Kontroversi

 

Kucumbu Tubuh Indahku

(2019)

Drama 

Sinopsis:

Mengisahkan perjalanan penari lengger di sebuah desa kecil di Jawa bernama Juno yang saat kecil sudah hidup sendiri, untuk mengisi kesehariannya Juno bergabung dengan sanggar tari lengger. Saat masa kecil hingga dewasa, Juno selalu dihantui rasa traumanya akan tetapi traumanya tersebut sedikit demi sedikit bisa ia lawan berkat bantuan dari orang-orang didekatnya.

Ulasan

    Kucumbu Tubuh Indahku, film yang bercerita tentang perjalanan hidup seseorang yang mencoba melawan rasa traumanya, film arahan Garin Nugroho ini menjadi wakil Indonesia pada penghargaan Oscar tahun 2020, dan pemenang kategori film terbaik Festival Film Indonesia 2019, Tak heran isi dari film ini sangat bagus meskipun mengangkat hal yang tabu di masyarakat Indonesia tapi hal tersebut tidak menghilangkan ekstensi filmnya yang banyak memberikan makna dan budaya terutama tentang tarian lengger. Garin pada film ini menyampaikan bahwa trauma pada diri kita tersimpan pada bagian-bagian tubuh kita entah itu di kepala, badan, kedua tangan, kedua kaki, dan lainnya. Lalu kita akan dibawa bercerita oleh Juno yang memiliki traumanya tersendiri, ia mengajarkan kita tentang menjalani hidup dan belajar berdamai dengan masa lalu.

Gaya bercerita Garin dapat dengan mudah penonton menangkapnya, alur yang berbobot tapi dibawakan dengan sederhana, meski begitu kita harus menontonnya dengan fokus mendengar dialog-dialognya agar lebih mengerti.

Film Kucumbu Tubuh Indahku sempat menjadi kontroversi di Indonesia sendiri karena tema yang digunakan mengandung unsur LGBT, dan pemutarannya pernah didemo oleh FPI (Front Pembela Islam) pada saat perayaan ulang tahun kota Semarang di Kota Lama. Meskipun banyak pencekalan bahkan FPI mengancam bila film itu tetap diputar maka mereka akan mendatangkan masa lebih banyak lagi, Garin tetap bersikeras memutar filmnya karena menurutnya film yang ia buat telah uji lulus sensor sesuai hukum yang berlaku. Menurutnya film pada era pasca-reformasi yang diharapkan demokratis ternyata masih jauh sesuai harapan. Ia pun mengerimkan surat ederan kepada walikota Semarang yang akhirnya ditanggapi dengan cepat, tak lama petugas keamanan dikerahkan untuk menjaga pemutaran film ketika mulai sampai berakhir. Bahkan karena viralnya kontroversi ini, film arahan Garin tersebut dicekal dibeberapa kota oleh walikotanya sendiri. Padalah film-film yang terdapat unsur-unsur seperti ini sudah sejak lama ada dari dulu, entah mengapa kali ini menjadi lebih panas kontroversinya, mungkin dikarenakan saat ini sedang marak-maraknya isu LGBT diberita. Menurut saya juga film ini tidak sepenuh dan separah yang orang-orang pikirkan tentang unsur LGBTnya, malahan minim atau kurang, justru ceritanya berfokus pada penari lengger yang memang telah menjadi budaya terdahulu masyarakat sana, penari lengger itu tarian wanita yang dibawakan oleh laki-laki. Film sebagai seni dan seni itu bersifat subjektif terbukti dalam film ini, banyak orang yang mencap film ini mengandung unsur buruk yang dapat merusak moral bangsa tetapi parahnya orang-orang tersebut yang berbicara seperti itu belum pernah menonton filmnya sama sekali, ini sungguh mengkhawatirkan, karena dapat merusak citra film dan juga para krunya.

sumber: Era Emas Film Indonesia Memoar Garin Nugroho (Buku)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Toy Photography: Sebuah Cara Berekspresi Lewat Mainan

Mengenal Lebih Dalam Periode Perkembangan Perfilman Indonesia: Mulai Dari Mati Suri Hingga Periode Emas